MAKALAH
PENGHAYATAN SILA KEDUA PANCASILA
DALAM REALITAS YANG TERJADI DI KOMUNITAS
GUBUK TULIS
DISUSUN OLEH:
ELISABETH ATIKA IRWAN 511610002
ELISYIA KURNIAWATI SISWANTO 511610003
IVANA GUNAWAN 511610005
MICHELE ELIONA SENA 511610008
TIFFANY MEYRISTA DIANDRA 511610010
VIA PERTINA KUSWANTO 511610011
UNIVERSITAS MA CHUNG
2017
Daftar Isi
Bab I.
Pendahuluan..................................................................................................
1
Bab II.
Review dan Kajian Pustaka.........................................................................
3
Bab III.
Analisis Kritis...........................................................................................
10
Bab IV. Refleksi.....................................................................................................
14
Bab V.
Kesimpulan.................................................................................................
17
Daftar
Pustaka........................................................................................................
19
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia terdiri dari kemajemukan baik dalam suku, budaya,
adat-istiadat, serta bahasa. Kesemua hal ini tentunya perlu dirangkul menjadi
satu kesatuan yang kokoh dan tidak tergoncangkan. Wadah pemersatu dari kemajemukan ini
adalah Pancasila.
Pancasila merupakan Dasar Negara dari Bangsa Indonesia. Selain
menjadi Dasar Negara, Pancasila juga merupakan pandangan hidup bangsa. Ini
artinya, Pancasila adalah arah atau kiblat bagaimana dan arah mana bangsa ini
akan bertindak atau berlangsung. Apabila Pancasila diubah, maka kelak negara
ini akan hancur karena Pancasila merupakan fondasi dari Negara Indonesia.
Pancasila berasal dari Bahasa Sansekerta dimana “panca” berarti
lima dan “sila” berarti prinsip atau dasar yang jika digabungkan bermakna
lima prinsip atau lima dasar. Kelima sila dalam Pancasila ini merupakan satu
kesatuan yang saling berhubungan. Setiap sila dari Pancasila membentuk suatu
kesatuan, bukan sebagai unsur komplementer (pelengkap). Meskipun sila pertama
berkaitan dengan Tuhan sebagai kausa prima, hal ini tidak berarti bahwa sila
yang lain merupakan sila yang hadir hanya sebagai pelengkap.
Sifat dasar manusia adalah membutuhkan orang lain. Kehidupan setiap
individu tidak pernah terlepas dari individu yang lainnya. Hal ini mendasari
lahirnya istilah makhluk sosial yang disandang oleh setiap individu. Untuk
tetap dapat bertahan hidup, setiap manusia membutuhkan kemampuan manusia lain.
Setiap manusia masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan yang akan
digunakan untuk melengkapi satu sama lain.
Dalam sila kedua, dikatakan dengan jelas “kemanusiaan yang adil dan
beradab”. Sila ini memiliki makna bahwa setiap umat manusia mempunyai hak yang
sama yaitu hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dari orang lain. Manusia
sejak lahir memiliki satu hak yang sudah melekat di dalam dirinya, yaitu Hak
Asasi Manusia (HAM) yang meliputi hak untuk hidup, hak untuk mengemukakan
pendapat, hak untuk beragama dan beribadah, hak untuk mendapatkan perlindungan
dari negara, hak untuk perlakuan yang sama di dalam hukum, hak untuk mengenyam
pendidikan, yang semuanya itu tercantum pada UUD 1945 pasal 27 sampai pasal 34.
BAB II
REVIEW DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sila
Kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dalam Pancasila
Pancasila merupakan Dasar Negara dari Bangsa Indonesia. Selain menjadi Dasar Negara, Pancasila juga merupakan pandangan hidup bangsa. Ini artinya, Pancasila adalah arah atau kiblat bagaimana dan arah mana bangsa ini akan bertindak atau berlangsung. Apabila Pancasila diubah, maka kelak Negara ini akan hancur karena Pancasila merupakan fondasi dari Negara Indonesia. Dalam sila kedua, dikatakan dengan jelas “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Sila ini memiliki makna bahwa setiap umat manusia mempunyai hak yang sama yaitu hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dari orang lain. Manusia sejak lahir memiliki satu hak yang sudah melekat di dalam dirinya, yaitu Hak Asasi Manusia (HAM) yang meliputi hak untuk hidup, hak untuk mengemukakan pendapat, hak untuk beragama dan beribadah, hak untuk mendapatkan perlindungan dari negara, hak untuk perlakuan yang sama di dalam hukum, hak untuk mengenyam pendidikan, yang semuanya itu tercantum pada UUD 1945 pasal 27 sampai pasal 34.
2.2
Dasar Filosofis Sila Kedua
Dalam pidato
Sukarno, rumusan Pancasila masih belum disempurnakan. Rumusannya masih berupa
dasar-dasar filosofis kemerdekaan Indonesia. Dasar atau prinsip filosofis
pertama adalah Kebangsaan Indonesia. Prinsip kedua adalah Internasionalisme
atau Peri Kemanusiaan. Prinsip ketiga adalah Dasar Mufakat, Dasar Perwakilan,
dan Dasar Permusyawaratan. Prinsip keempat adalah Kesejahteraan Sosial. Prinsip
kelima adalah Taqwa pada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut
Sukarno, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan itu adalah sebuah bentuk
nasionalisme asli Indonesia. Kata “Internasionalisme’ di sini bukanlah bentuk
kosmopolitanisme yang menganggap semua bangsa sama, yang mengatakan tidak ada
Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris, dan sebagainya.
Sebaliknya, Internasionalisme di sini dimaknai sebagai pernyataan nasionalisme
sejati. Nasionalisme
sejati bukan hanya sekedar rasa cinta dan bangga karena kesatuan bangsa dan
tanah air. Nasionalisme ini bukan semata-mata tiruan dari nasionalisme Barat
yang cenderung mengarah pada chauvinisme, akan tetapi nasionalisme ini timbul
dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan. Bagi Sukarno, Internasionalisme
dan nasionalisme berkaitan erat. Internasionalisme
tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme dan
nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman-sarinya Internasionalisme. Internasionalisme
yang sejati adalah tanda, bahwa suatu bangsa telah menjadi dewasa dan
bertanggung jawab, telah meninggalkan sifat kekanak-kanakan mengenai rasa
keunggulan nasional atau rasial, telah meninggalkan penyakit kekanak-kanakan
tentang chauvinisme dan kosmopolitanisme.
Manusia
memiliki hakikat pribadi yang mono-pluralis terdiri atas susunan
kodrat jiwa raga, serta berkedudukan sebagai
makhluk pribadi yang berdiri sendiri dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Nilai luhur kemanusiaan
akan menumbuhkan sikap tepasalira, menghormati hak asasi manusia, anti penjajahan, mengutamakan kebenaran dan keadilan,
mencintai sesama manusia, tenggang rasa, dan sebagainya. Negara
memberi kebebasan untuk menentukan jumlah
anak, akan tetapi program keluarga berencana merupakan program pemerintah agar
warga negara lebih bertanggung jawab pada generasi mendatang. Warga negara berhak menentukan jenis pekerjaan dengan imbalan yang layak
menurut kemampuannya masing-masing. Itulah nilai-nilai luhur yang terdapat dalam sila kedua.
2.3
Makna Sila Kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”
Terdapat beberapa uraian makna sila
kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, yaitu:
1.
Bahwa
dalam penyelenggaraan pemerintahan, setiap kebijakan yang diambil para penyelenggara pemerintahan harus senantiasa berperikemanusiaan yang adil dan beradab.
Berperikemanusiaan, artinya berpikir dan
berperilaku mulia sesuai dengan kemuliaan manusia yang dimuliakan Tuhan Yang
Maha Esa. Adil artinya bersikap serta berbuat yang
menjaga, menghormati dan menghargai hak pribadi setiap warga negara, menghormati hak asasi manusia. Beradab, artinya berbuat yang beretika atau
bertata krama yang menghormati dan menaati hukum-hukum yang berlaku dan
memuliakan manusia. Warga negara tidak boleh direndahkan,
dirugikan, dimiskinkan, disakiti, dihina, diperdaya atau dibohongi, diterlantarkan,
diremehkan, dimusuhi, dikekang dan ditindas. Apalagi sampai dibiarkan dalam
kebodohan, dihilangkan atau dibunuh. Lembaga
negara harus membuat ketentuan-ketentuan yang jelas dan pasti demi memuliakan
rakyat.
2.
Menghukum
mereka yang terpidana harus dimaknai bahwa negara membantu atau memaksa mereka untuk bertanggungjawab atas
kesalahan apa pun yang telah diperbuat.
Membantu
mereka untuk kembali pada kedudukan dimuliakan
Tuhan dan negara, agar bisa kembali sebagai insan mulia yang harus mampu berbuat
mulia terhadap sesamanya. Mengadili
mereka yang terhukum mutlak didasari keadilan yang sejati. Bukan atas dasar
kesalahan yang diperbuat dan fakta hukum di persidangan semata. Keadilan sejati adalah keadilan yang didambakan
rakyat. Yaitu “keadilan” yang dijatuhkan atas “pengakuan berbuat yang
dinyatakan bersalah” oleh yang berbuat kesalahan dan siap menerima hukuman. Hukuman mati tetap diberlakukan untuk
menghargai kehidupan manusia. Agar manusia tidak mudah membunuh dan
dibunuh. Hukuman mati diputuskan, bila kehidupan si
terpidana dipastikan masih mengancam kehidupan orang lain. Negara bertanggungjawab menyempurnakan
(menguburkan) jasad mereka yang dihukum mati (dieksekusi).
3.
Negara
dan lembaga negara tidak boleh dengan sengaja mengorbankan kepentingan
rakyatnya demi kepentingan negara.
Negara "harus memandang" bahwa rakyat
dengan tuntunan agama, dan tuntunan luhur dari leluhurnya, telah memiliki
naluri “kerelaan berkorban harta, waktu dan kepentingan pribadi, demi
kepentingan negara atau kepentingan bersama.”
4. Lembaga
negara yang menghukum warga negara yang tidak bersalah adalah perbuatan
melanggar hak asasi manusia. Dan kepala negara atas nama negara harus minta
maaf.
5. Lembaga negara dan aparatnya yang
abaikan atau membiarkan warga negara dalam kesengsaraan apa pun, bisa dinyatakan aparat negara telah
berbuat yang tidak berperikemanusiaan dan tidak beradab.
Sila
kedua dalam Pancasila memiliki lambang rantai. Rantai melambangkan sila kedua Pancasila, kemanusiaan
yang adil dan beradab. Rantai terdiri atas mata rantai berbentuk segi empat dan
lingkaran yang saling berkait membentuk lingkaran. Mata rantai segi empat
melambangkan laki-laki, lingkaran melambangkan perempuan. Mata rantai yang
berkait melambangkan setiap manusia laki-laki dan perempuan membutuhkan satu
sama lain dan perlu bersatu sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.
2.4
Aktualisasi Pancasila Sila Kedua dalam Pendidikan
Kemanusiaan menjadi warna dominan dalam sila
ini. Sebab, warna kemanusiaan dalam sila kedua ini juga dikuatkan dalam butir-butir
Pancasila. Poin ini dapat menjadi titik tolak
aktualisasi sila ini dalam bidang pendidikan. Lalu bagaimana
aktualisasi gagasan filosofis ini ke dalam pendidikan? Secara
filosofis, hakikat manusia adalah kesatuan
integral dari potensi-potensinya sebagai makhluk individu, sosial, susila, dan
religius. Hakikat manusia sebagai
makhluk individu, sosial, dan susila cukup tepat bila dipasangkan dengan
sila Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab. Sebagai makhluk
individu, setiap manusia itu unik. Ia memiliki potensi yang berbeda antara satu
dengan lainnya. Manusia berkembang
menjadi makhluk individu yang seutuhnya bila ia dapat berkembang sesuai potensi
yang dimilikinya. Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk mengembangkan
potensi terpendam setiap peserta didik. Salah satunya adalah dengan
keseimbangan pengembangan sisi kognitif, afektif, dan psikomotor. Keseimbangan
sisi kognitif, afektif, dan psikomotor ini amat vital. Terlebih, bila kita
membicarakan kurikulum, kita harus memastikan bahwa materi pembelajaran yang
harus dipelajari benar-benar diserap dan dikuasai oleh peserta didik. Namun,
bagaimana dengan potensi lain yang telah dimiliki atau ingin dipelajari oleh
peserta didik?
Di sinilah kadang kesenjangan terjadi. Sering kali
sistem pendidikan belum dapat
mengakomodasi keragaman potensi peserta didik. Sebagai contoh, apabila kita
menganalisis potensi peserta didik berdasarkan teori kecerdasan majemuk Gardner, akan ada 9
jenis bakat atau potensi bawaan yang menunggu untuk diaktualisasi. Bila potensi
ini tidak disadari sejak dini, peserta didik “terpaksa” harus berkembang di
bidang yang mungkin tidak diminati dan tidak menjadi bakatnya. Kesenjangan ini
mendorong para praktisi pendidikan dan kita
bersama untuk mencari cara-cara baru agar anak dapat berkembang sesuai bakat
dan minatnya. Sebagai makhluk
sosial, manusia mutlak
memerlukan orang lain. Manusia berkembang
seutuhnya menjadi makhluk sosial bila ia mampu bekerja dan hidup bersama dengan
orang lain. Di sinilah pendidikan karakter
mengambil peran. Orang-orang terdekat dan lingkunganlah yang akan berpengaruh
dalam pembentukan karakter peserta didik. Komponen pendidikan karakter
itu adalah teladan, hadiah,
dan hukuman. Keberhasilan pendidikan karakter
ditentukan oleh keseimbangan tiga komponen tersebut. Pendidikan yang
terlalu menekankan hukuman, justru akan membuat citra diri peserta didik
menjadi negatif. Pendidikan yang
terlalu menekankan hadiah, kurang dapat menumbuhkan daya juang. Pendidikan yang
terlalu menekankan teladan, akan menjadi terlalu longgar. Sebagai makhluk
susila, manusia menyadari adanya nilai dan norma. Ia mampu berkembang menjadi
makhluk susila yang utuh bila ia mampu menyesuaikan diri dengan nilai dan norma
di tempat ia berada. Di sini, pendidikan nilai
mendapat peran vital. Komponen pendidikan nilai
sama dengan komponen pendidikan karakter yaitu
teladan, hadiah, dan hukuman. Keseimbangan tiga komponen inilah yang juga
menentukan keberhasilan pendidikan nilai pada
peserta didik. Dari uraian di atas dapat direfleksikan
bahwa sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memperoleh aktualisasi dalam dunia pendidikan. Sila ini menjadi landasan yang kokoh dan tepat bagi pengembangan
sumber daya manusia Indonesia. Dengan melaksanakan pendidikan yang mengembangkan hakikat kemanusiaan, secara langsung kita juga mewujudkan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Menyitir ungkapan Driyarkara, dengan menjadikan sila kedua sebagai landasan filosofis pendidikan “kita telah memanusiakan manusia”.
2.5 Hak
Asasi Manusia dalam Sila Kedua
Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrat
melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat) mutlak
(pengertian dari John Locke). Sila 2 berbunyi
"Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab", maksud dari sila ke dua ini
memiliki makna yaitu adanya kesadaran sikap dan perbuatan manusia dalam
hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya, baik terhadap diri pribadi,
sesama manusia, maupun terhadap alam dan sang pencipta. Selain itu
dalam sila ke 2 ini memiliki prinsip, agar setiap individu memiliki kebebasan
mendasar yang dijamin negara, juga harus diperlakukan sama di hadapan hukum.
Setiap individu juga berhak mendapatkan kehidupan yang layak, nyaman dan aman,
juga harus mendapat perlindungan yang sama.
Kesetaraan dan keadilan gender merupakah hal yang sangat penting
untuk diperhatikan. Ketimpangan dan ketidakadilan relasi gender menjadi embrio lahirnya
feminisme dengan konsep utama yang diusung yaitu kesetaraan gender. Kondisi seperti apa yang dapat dikatakan tidak adil gender? Ketidakadilan gender terjadi ketika seseorang
diperlakukan berbeda (tidak adil) berdasarkan alasan Gender. Kesetaraan gender sejatinya ditunjukkan
dengan adanya kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan di dalam
pengambilan keputusan dan di dalam memperoleh manfaat dari peluang-peluang yang
ada di sekitarnya. Kesetaraan gender memberikan
penghargaan dan kesempatan yang sama pada perempuan dan laki-laki dalam
menentukan keinginannya dan menggunakan kemampuannya secara maksimal di
berbagai bidang. Tidak peduli apakah dia seorang ibu rumah tangga,
presiden, buruh pabrik, sopir, pengacara, guru ataupun profesi lainnya, jika
kondisi-kondisi tersebut tidak terjadi pada dirinya maka dia tidak dapat
dikatakan telah menikmati adanya kesetaraan gender. Dengan demikian, jelas bahwa kesetaraan gender adalah isu dan tanggung
jawab bersama — perempuan dan laki-laki. Kesetaraan gender bukanlah sebuah
ambisi kaum perempuan menyingkirkan laki-laki. Akan tetapi, sebuah cara untuk
memanusiakan manusia — tidak ada yang mendominasi dan tidak ada yang
didominasi. Karena
setiap orang setara dalam kepantasan sebagai
seorang manusia. Bukan hanya membatasi diri dengan
kepantasan sebagai seorang perempuan ataupun laki-laki.
Dalam hal ini, sila kedua dapat dijelaskan oleh
pasal - pasal berikut :
§ Pasal
28A
§ Pasal
28B Ayat 1
§ Pasal
28B Ayat 2
§ Pasal
28C Ayat 1
§ Pasal
9 Ayat 1, 2 dan 3
§ Pasal
10 Ayat 1 dan 2
§ Pasal
11
§ Pasal
12
§ Pasal
13
§ Pasal
14 Ayat 1 dan 2
§ Pasal
15
§ Pasal
16
§ Pasal
17
§ Pasal
18 Ayat 1,2,3,4 dan 5
§ Pasal
19 Ayat 2
§ Pasal
20 Ayat 1 dan 2
§ Pasal
21
BAB III
ANALISIS KRITIS
Tidak ada manusia yang bisa memilih ingin
terlahir menjadi siapa, dari kalangan keluarga mana, dengan fisik seperti apa.
Ada yang terlahir menjadi laki-laki ada pula yang perempuan. Ada yang menjadi
anak orang berada ada pula yang tidak. Ada yang terlahir rupawan ada pula yang
biasa saja. Sayangnya perbedaan-perbedaan ini oleh sebagian orang dianggap
sebagai celah untuk saling menghina sesama. Sudah banyak terjadi kasus bullying, diskriminasi, dan berbagai
pelanggaran lain yang merendahkan martabat sebagian orang. Hal ini jelas
meremehkan hak asasi manusia (HAM) yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap
orang. Padahal dalam dasar penyelenggaraan negara kita, Pancasila, sila keduanya
berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Artinya setiap manusia khususnya
di Indonesia harus diperlakukan adil dan beradab.
Meski begitu, akan selalu ada kasus yang
ditutup-tutupi, contohnya saja kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Biasanya yang menjadi korban adalah istri
yang tidak mau masalah dalam keluarganya terdengar oleh pihak luar sehingga ia
hanya bisa menerima perlakuan kejam suaminya. Salah satu faktor utama penyebab
KDRT adalah adanya budaya patriarki. Budaya patriarki yang melihat garis
keturunan dari ayah, menimbulkan pola pikir bahwa perempuan mempunyai posisi
yang lebih rendah daripada laki-laki (subordinat). Bahkan ada pula pandangan
yang menyatakan bahwa suami boleh memperlakukan suami sesuka hati sebab hal
tersebut merupakan hak suami sebagai
pemimpin dan kepala keluarga. Perempuan juga selalu dituntut untuk meladeni apa pun yang diinginkan oleh suaminya.
Pandangan keliru yang telah berakar dalam
masyarakat kita ini ingin perlahan diubah oleh sebagian orang, terutama oleh
kaum terpelajar yang peduli dengan keadaan sekitarnya. Salah kaum terpelajar
yang dimaksud adalah komunitas Gubuk Tulis. Komunitas ini kebanyakan terdiri
dari mahasiswa berbagai universitas yang ada di kota Malang serta pemuda-pemudi
di kota Malang. Mereka sering mengadakan diskusi dengan mengajak masyarakat
awam untuk membahas masalah-masalah yang sering maupun sedang terjadi. Tema yang sering diangkat sebagai topik
diskusi antara lain adalah isu gender
dan filsafat keagamaan. Isu gender meliputi diskusi nikah siri dan keadilan gender. Filsafat keagamaan yang telah
dan sering dibahas adalah filsafat Islam dan Katolik. Diskusi yang dilakukan akan menambah ilmu dan
menyadarkan peserta diskusi, selain itu hasil diskusi juga ditulis dalam
berbagai artikel internet maupun koran konvensional. Komunitas ini juga tengah
mengembangkan berbagai hasil diskusi mereka ke dalam buku yang akan dicetak dan
diperjualbelikan sehingga diharapkan nantinya masyarakat dapat tersadarkan
mengenai pola pikir yang kurang tepat.
Komunitas Gubuk Tulis ini sudah didirikan
sejak tanggal 4 Februari 2016 dan sekarang telah berkembang menjadi salah satu
komunitas berpengaruh bagi kota Malang, terutama di daerah Dinoyo. Mereka
menamakan diri sebagai Gubuk Tulis sebab istilah “gubuk” bernotasi tempat
perlindungan ketika seseorang tersesat dan “tulis” yang artinya kegiatan
menyalurkan ide melalui tulisan. Artinya meski sekarang telah banyak orang yang
tersesat dan terlena akan kecanggihan teknologi, pasti ada dari mereka yang
dapat tersadarkan dan menjadikan diri mereka lebih berguna. Mereka berharap di
era ini, seseorang tidak hanya menggunakan internet sebagai media hiburan,
tetapi juga untuk menambah dan menyalurkan pikiran mereka.
Meski baru satu setengah tahun berdiri,
komunitas ini telah memiliki banyak karya di bidang tulis-menulis, misalnya
berbagai artikel yang diterbitkan di koran harian maupun di berbagai media
virtual milik redaksi kompasiana. Komunitas yang kebanyakan terdiri dari kaum
mahasiswa maupun aktivis kegiatan sosial ini secara konsisten melakukan
publikasi tulisan agar masyarakat dapat mengetahui berbagai isu aktual yang
terjadi dengan gaya penulisan yang berbeda. Mereka tak akan berhenti mencoba
menyalurkan ilmu dengan bahasa yang unik agar masyarakat dapat lebih tertarik
membaca dan membangun budaya literasi.
Selain
aktif pada kegiatan tulis menulis, komunitas ini juga rutin melakukan diskusi
yang diikuti oleh berbagai kalangan. Basecamp
mereka terletak di jalan Joyoutomo V/F no 1. Peserta diskusi yang datang tidak
diharuskan berasal dari kalangan tertentu, namun kebanyakan merupakan mahasiswa
UB dan Universitas Muhammadiyah, bahkan ada pula beberapa dosen yang datang
sebagai pemateri maupun sekadar ikut berdiskusi. Bahkan ada juga beberapa
mahasiswa Ma Chung yang sering datang ke Gubuk Tulis. Diskusi yang dilakukan
juga banyak mendapat minat publik, terbukti pada tiap diskusi terdapat sekitar
40 hingga 80 orang yang datang.
Suasana diskusi dibuat makin nyaman dengan
diadakannya basecamp yang dibuat
menyatu dengan café yang dinamakan Café Oase. Tujuan dibentuknya café bukan untuk mencari keuntungan
semata sebab harga yang dipatok tergolong tidak mahal, melainkan agar peserta
diskusi dapat menikmati secangkir kopi sambil berbincang. Bahkan jika ada
anggota diskusi yang sedang berhalangan untuk membayar, café ini mau memberi produknya secara gratis. Selain membahas
filsafat dan gender, terkadang diadakan pula diskusi dengan bahasa Inggris yang
dipimpin oleh Miss Charlotte. Diskusi dengan bahasa asing ini dilakukan agar
masyarakat terutama peserta diskusi yang hadir dapat sedikit banyak berlatih
mendengar dan menggunakan bahasa asing tersebut. Selain itu para pengurus dan
anggota komunitas ini juga sering datang ke tempat perayaan agama lain. Hal ini
dilakukan selain untuk mengenal secara langsung adat istiadat agama lain juga
sebagai bahan tulisan artikel sehingga masyarakat luas dapat lebih memahami
perayaan masing-masing agama yang baru dilaksanakan.
Gubuk
Tulis juga turut aktif membuka perpustakaan keliling agar anak-anak daerah yang
kurang mampu mendapat kesempatan membaca buku sehingga mereka menjadi manusia
yang lebih beradab. Caranya yaitu dengan cara membawa koleksi buku yang mereka
miliki ke taman terdekat yaitu ke taman Mertojoyo. Koleksi buku yang mereka
miliki bermacam, ada yang bacaan anak-anak, novel, hingga berbagai buku
pelajaran sekolah. Semua buku yang mereka miliki berasal dari sumbangan
sukarela dari para peserta diskusi, pembicara, wartawan, maupun berbagai
lembaga sosial yang ada di kota Malang dan sekitarnya. Sekolah Tinggi Ilmu
Buddha Batu telah sering memberikan berbagai buku bacaan mengenai filsafat
untuk komunitas ini meski hingga sekarang belum pernah didiskusikan topik
filsafat Buddha. Buku-buku yang didapat dari sumbangan berbagai pihak ini
disusun pada rak yang berada di sebelah café sehingga siapa pun, tidak hanya peserta diskusi, bahkan
pelanggan café pun dapat ikut membaca dan menambah ilmunya.
Pemerintah akhirnya menyediakan fasilitas
baca sehingga anak-anak yang kurang mendapat pendidikan dapat lebih mendapat
ilmu. Awalnya komunitas ini berharap agar taman yang telah dibangun pemerintah
dapat menjadi lebih bermanfaat daripada hanya sekedar sebagai tempat bersantai
maupun berpacaran dan berjualan. Berkat kegiatan aktif mereka di taman
Mertojoyo, akhirnya sekarang pemerintah menyediakan perpustakaan keliling yang
berlokasi di daerah tersebut. Hal ini merupakan salah satu pencapaian komunitas
sebab mereka sebagai pioneer akan
pentingnya perpustakaan keliling. Kemudian sekarang kegiatan perpustakaan
keliling milik Gubuk Tulis beralih ke taman Keramik Dinoyo.
Komunitas ini selain telah berkontribusi
terhadap peningkatan budaya baca dan literasi masyarakat, juga turut memberi
contoh menghargai perbedaan, terutama perbedaan keyakinan dan gender melalui
diskusi yang sering mereka lakukan. Selain itu komunitas juga berusaha
memfasilitasi buku bacaan agar golongan tak mampu mendapat ilmu melalui buku
agar generasi kita menjadi lebih beradab.
BAB IV
REFLEKSI
Pancasila adalah lima dasar yang dipegang oleh bangsa Indonesia.
Dasar ini digunakan bangsa Indonesia untuk hidup berbangsa dan bernegara. Rumusan Pancasila yang dijadikan
dasar negara Indonesia seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Pancasila adalah
Dasar Negara Republik Indonesia, yang terdiri dari lima sila negara yang
perumusannya tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila
merupakan jati diri dan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila sebagai jati
diri bangsa Indonesia dihayati sebagai corak yang khas dan tidak bisa
dipisahkan dari bangsa Indonesia. Pancasila juga berfungsi sebagai pandangan
hidup bangsa yang di dalamnya terkandung konsepsi dasar mengenai kehidupan yang
dicita-citakan, terkandung dasar pikiran terdalam dan gagasan mengenai wujud
kehidupan yang dianggap baik. Oleh karena Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai luhur budaya bangsa yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Pancasila juga merupakan
perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat
Indonesia menjelang dan sesudah proklamasi kemerdekaan. (Wahyono, I. 2017)
Nilai dari sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab:
·
Kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya.
·
Manusia perlu diperlakukan sesuai dengan harkat dan
martabatnya, sebagai makhluk Tuhan yang sama derajatnya dan sama hak dan kewajiban
asasinya. Berdasarkan nilai ini, secara mutlak ada pengakuan terhadap hak asasi
manusia.
Sebagai
makhluk sosial, manusia mutlak memerlukan orang lain. Manusia berkembang
seutuhnya menjadi makhluk sosial bila ia mampu bekerja dan hidup bersama dengan
orang lain. Di sinilah pendidikan karakter mengambil peran. Orang-orang
terdekat dan lingkunganlah yang akan berpengaruh dalam pembentukan karakter
peserta didik.
Komponen
pendidikan karakter itu adalah teladan, hadiah, dan hukuman. Keberhasilan
pendidikan karakter ditentukan oleh keseimbangan tiga komponen tersebut.
Pendidikan yang terlalu menekankan hukuman, justru akan membuat citra diri
peserta didik menjadi negatif. Pendidikan yang terlalu menekankan hadiah,
kurang dapat menumbuhkan daya juang. Pendidikan yang terlalu menekankan
teladan, akan menjadi terlalu longgar.
Sebagai
makhluk susila, manusia menyadari adanya nilai dan norma. Ia mampu berkembang
menjadi makhluk susila yang utuh bila ia mampu menyesuaikan diri dengan nilai
dan norma di tempat ia berada. Di sini, pendidikan nilai mendapat peran vital.
Komponen
pendidikan nilai sama dengan komponen pendidikan karakter yaitu teladan,
hadiah, dan hukuman. Keseimbangan tiga komponen inilah yang juga menentukan
keberhasilan pendidikan nilai pada peserta didik.
Sebenarnya,
pengembangan hakikat manusia sebagai makhluk religius dapat juga turut diurai
di sini. Namun akan lebih tepat lagi yang menjadi dasar pengembangan manusia
sebagai makhluk religius adalah sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dari
uraian di atas kita dapat merefleksikan bahwa sila Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab memperoleh aktualisasi dalam dunia pendidikan. Sila ini menjadi landasan
yang kokoh dan tepat bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia. Dengan
melaksanakan pendidikan yang mengembangkan hakikat kemanusiaan, secara langsung
kita juga mewujudkan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (Nugraha,A.C.2015).
Sebagai seorang mahasiswa
nilai-nilai Pancasila harus selalu kita pegang. Terkhusus Sila Kedua Pancasila
“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” hal ini sebagai pedoman untuk kita dapat
hidup di dalam masyarakat maupun dalam dunia pendidikan. Terkadang seorang
mahasiswa lupa bahwa dalam dirinya mempunyai hak sendiri yang itu Hak Asasi
Manusia yang harus di patuhi.
Untuk itu nilai-nilai
untuk saling menghormati dan menghargai orang lain tetap harus kita junjung
tinggi. Karena apa? Di dalam Pancasila sudah menjadi ketetapan, sudah menjadi
dasar untuk kita hidup berbangsa dan bernegara, agar tidak ada yang namanya
konflik atau pun tindakan yang tidak sesuai dengan sila Pancasila. Dan
mahasiswa juga harus menjadi agen perubahan dalam masyarakat. Mungkin
masyarakat banyak yang tidak tahu Hak Asasi Manusia itu apa. Nah, sebagai
seorang mahasiswa kita harus bisa menjadi contoh yang baik, yaitu dalam
berperilaku maupun dalam berkata-kata. Dengan demikian bangsa Indonesia akan
hidup aman dan sejahtera.
BAB
V
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Pancasila
merupakan dasar Negara dan pandangan hidup bangsa. Bila Pancasila diubah maka
kelak negara ini akan hancur karena Pancasila adalah pondasi dari Negara
Indoesia. Dalam sila kedua, dikatakan dengan jelas “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Sila ini memiliki makna bahwa setiap umat manusia mempunyai hak yang sama yaitu hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dari orang lain. Manusia sejak lahir memiliki satu hak yang sudah melekat di dalam dirinya, yaitu Hak Asasi Manusia (HAM) yang tercantum pada UUD 1945
pasal 27 sampai pasal 34.
Manusia memiliki hakikat pribadi
yang mono-pluralis terdiri atas susunan kodrat jiwa raga, serta
berkedudukan sebagai makhluk pribadi yang berdiri
sendiri dan makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Nilai luhur kemanusiaan akan menumbuhkan sikap tepasalira, menghormati hak asasi manusia, anti penjajahan,
mengutamakan kebenaran dan keadilan, mencintai sesama manusia, tenggang rasa, dan
sebagainya. Negara memberikan kebebasan kepada warganya untuk mengambil haknya
sesuai dengan nilai luhur kemanusiaan.
Hakikat manusia sebagai makhluk individu,
sosial, dan susila cukup tepat bila dipasangkan dengan sila Kemanusiaan yang Adil dan dan Beradab.
Sebagai makhluk individu, manusia dapat berkembang sesuai dengan potensi
dirinya.
Banyak terjadi diskriminasi antar manusia yang menyimpang
dari nilai luhur kemanusiaan. Contohnya KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga),
salah satu faktor penyebab KDRT adalah budaya patriarki. Hal ini sangat
bertentangan dengan kesetaraan kedudukan antar lelaki dan wanita.
Pandangan keliru yang telah berakar dalam masyarakat kita
ini, ingin perlahan diubah oleh sebagian orang, terutama oleh kaum terpelajar
yang peduli dengan keadaan sekitarnya. Salah satunya yaitu komunitas Gubuk
Tulis, yang sebagian besar anggotanya terdiri dari mahasiswa di berbagai
universitas di kota Malang. Komunitas ini sering mengadakan diskusi dengan
mengajak masyarakat awam untuk membahas isu yang sering terjadi di kehidupan,
tema yang sering diangkat antara lain adalah isu gender dan filsafat keagamaan.
Diskusi ini berguna untuk menambah ilmu dan menyadarkan peserta diskusi. Selain
itu penulis hasil diskusi dapat juga melatih keterampilan mereka dalam menulis
dan menganalisa suatu masalah. Hasil diskusi juga dipublikasikan dalam berbagai
media.
Selain mengadakan diskusi, komunitas ini juga mempunyai
perpustakaan keliling yang bertujuan memberikan edukasi kepada anak-anak agar
senang membaca dan menulis. Dan mereka juga memiliki café bernama Oase, café
tersebut bukan sekedar mencari keuntungan saja melainkan sebagai tempat diskusi
para pemuda dalam menganalisa dan menyelesaikan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Nugraha,A.C.2015. Sila ke-2 Pancasila: Dasar Filosofis
Pengembangan Hakikat Manusia Individu, Sosial dan Susila. https://www.kompasiana.com/ardiishere/sila-ke-2-pancasila-dasar-filosofis-pengembangan-hakikat-manusia-individu-sosial-dan-susila_54f3be4f745513992b6c7f61. Diakses pada 24 Oktober 2017
Wahyono, I. 2017. IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM
KEGIATAN PEMBELAJARAN DI SDN 1 SEKARSULI.
http://eprints.uny.ac.id/49035/1/Imron%20Wahyono.pdf. Diakses pada 24 Oktober
2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar